17 aktivitis pendidikan anti-korupsi yang terdiri dari tiga belas orang guru, tiga dosen serta seorang staf Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program beasiswa StuNed akan memperdalam pendidikan berbasis nilai bagi siswa sekolah menengah selama tiga minggu di International Institute of Social Studies Erasmus University Rotterdam (ISS) Den Haag, Belanda. Seluruh peserta dilepas secara resmi oleh Dr. Sih Setija Utami, Mkes, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Katholik (Unika) Soegijapranata dan Marrik Bellen, Direktur Nuffic-Neso Indonesia di Jakarta
“Belanda mendukung penuh upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Pendidikan anti-korupsi di sekolah menengah adalah salah satu upaya pencegahan budaya korupsi sejak dini” demikian Marrik Bellen, Direktur Nuffic – Neso Indonesia dalam sambutannya.
Selama di Belanda (2-25 April 2010), peserta yang delapan di antaranya adalah perempuan, akan memperdalam pengalaman dan pengetahuan bagaimana menyusun modul pendidikan anti-korupsi yang efektif. Sekembalinya dari Belanda, para peserta akan merevisi modul yang telah ada untuk selanjutnya akan diajarkan di sepuluh kota para guru tersebut berasal, yakni Semarang, Pekalongan, Kuningan, Bogor, Cianjur, Negara (Bali), Belitung, Lahat (Sumatera Selatan), Bengkulu, serta Ketapang. Kegiatan pasca pelatihan ini, akan dilakukan selama dua minggu di Semarang dan dibiayai oleh KPK dan Unika Soegijapranata.
“Pendidikan anti korupsi ini merupakan kegiatan yang dirintis oleh PSU sejak tahun 2002 dan mulai dilakukan secara terprogram sejak 2005. Pelatihan pendidikan anti korupsi ke Belanda merupakan salah satu bentuk integrasi penelitian dan pengabdian masyarakat PSU untuk ikut serta dalam pencegahan korupsi sejak dini” demikian Dr. Sih Setija Utami, M.Kes, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Unika Soegijapranata.
Pendidikan anti-korupsi telah dimulai sejak tahun 2005 di beberapa sekolah dengan mengintegrasikan modul-modul tersebut ke dalam mata pelajaran yang sudah ada. Sayangnya, hasil evaluasi menunjukkan ternyata penerapan modul tersebut dianggap kurang efektif karena pembelajaran yang masih berorientasi pada hasil.
Selama di Belanda (2-25 April 2010), peserta yang delapan di antaranya adalah perempuan, akan memperdalam pengalaman dan pengetahuan bagaimana menyusun modul pendidikan anti-korupsi yang efektif. Sekembalinya dari Belanda, para peserta akan merevisi modul yang telah ada untuk selanjutnya akan diajarkan di sepuluh kota para guru tersebut berasal, yakni Semarang, Pekalongan, Kuningan, Bogor, Cianjur, Negara (Bali), Belitung, Lahat (Sumatera Selatan), Bengkulu, serta Ketapang. Kegiatan pasca pelatihan ini, akan dilakukan selama dua minggu di Semarang dan dibiayai oleh KPK dan Unika Soegijapranata.
“Pendidikan anti korupsi ini merupakan kegiatan yang dirintis oleh PSU sejak tahun 2002 dan mulai dilakukan secara terprogram sejak 2005. Pelatihan pendidikan anti korupsi ke Belanda merupakan salah satu bentuk integrasi penelitian dan pengabdian masyarakat PSU untuk ikut serta dalam pencegahan korupsi sejak dini” demikian Dr. Sih Setija Utami, M.Kes, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Unika Soegijapranata.
Pendidikan anti-korupsi telah dimulai sejak tahun 2005 di beberapa sekolah dengan mengintegrasikan modul-modul tersebut ke dalam mata pelajaran yang sudah ada. Sayangnya, hasil evaluasi menunjukkan ternyata penerapan modul tersebut dianggap kurang efektif karena pembelajaran yang masih berorientasi pada hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar